TERIMA KEKALAHAN DENGAN LAPANG DADA

Sekaranglah kita bisa menilai kualitas kepemimpinan dari para capres dan cawapres, khususnya dari pihak yang oleh hasil sementara quick count dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Kualitas kepemimpinan akan jelas nampak ketika posisi dirinya sedang dalam kondisi tidak menguntungkan.
Menyimak komentar dan prilaku kandidat yang kalah hari ini, rasanya akal sehat sudah mereka tanggalkan dan lebih mengedepankan emosi semata. Ada beberapa hal yang bisa kita simak untuk mengukur kualitas seorang pemimpin sebagai berikut:
Pertama, Tanggapan mereka terhadap hasil quick count. Quick account adalah sebuah metode ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademis dalam melakukan perhitungan cepat melalui berbagai syarat ilmiah yang ketat. Terlepas dari ada beberapa lembaga yang masih disangsikan ke-netral-an dan profesionalisme-nya dalam melakukan metode perhitungan, sebenarnya metode ini bisa diukur alat yang dipakai atau metode yang dipergunakannya. Jadi sebuah keanehan apabila ada kandidat yang mengatakan Quick count it menyesatkan.
Quick account memang bukan akhir dari proses pemilu ini! QC adalah hanyalah sebuah metode yang bisa memberikan gambaran awal dari hasil perhitungan suara. Mengapa CQ di Indonesia sangat “laku” di Indonesia? Karena memang proses pemilu di Indonesia sangat lama. Untuk perhitungan pemilu Legislatif, KPU memerlukan waktu lebih dari satu bulan. Untuk pemilihan presiden putaran pertama harus menunggu 2 minggu dan apabila ada putaran kedua maka kitapun harus menunggu kembali satu bulan setengah untuk bisa masuk ke pemilu putaran kedua. Lamaaaaaa bangeeeet…dan rakyat Indonesia tentunya ingin segera mengetahuinya walaupun hanya perhitungan sementara. Nah…daripada bertanya kepada paranormal atau dukun atau menunggu wangsit, maka QC adalah alternative yang ilmiah dengan ketentuan yang sangat ketat.
Lantas seperti apa tanggapan dari para kandidat beberapa jam setelah ditayangkan QC? Yang paling nyata adalah tanggapan Prabowo yang menyatakan bahwa QC itu menyesatkan dan tidak menunjukkan real count. Saya tidak tahu apa yang menyebabkan hamper semua kandidat ataupun tim suksesnya yang memiliki latar belakang akademis sangat tinggi sampai mengeluarkan pernyataan tersebut? Semua orang tahu QC bukan hasil akhir, kedua kalau dibilang menyesatkan, berarti mereka meragukan sesuatu yang berdasarkan metode ilmiah. Apalagi dari hasil semua penyelenggara QC, menghasilkan gambaran yang relative sama, berarti yang menyesatkan itu siapa? QC atau pernyataan mereka? Atau karena mungkin hasil QC itu tidak menggambarkan keinginan mereka sehingga mereka “terpaksa” untuk menafikan hasil QC? Atau mereka memiliki metode tersendiri untuk mengetahuinya? Dukun atau paranormal?
Prabowo juga mengatakan bahwa penyelenggaraan pemilu kali ini sarat kecurangan dan jauh dari harapan kita semua. Saya ingin menggarisbawahi kata harapan “kita semua”. Saya hanya ingin menegaskan dan menanyakan “harapan siapa???” Apakah karena kalah maka pemilu ini tidak sesuai dengan harapan rakyat dan kalau menang berarti sesuai dengan harapan rakyat. Siapa ”kita” yang dimaksud?
Kedua, kita bisa menyimak dari tanggapan mereka terhadap hasil pemilu yang diumumkan kelak. Tanpa mengabaikan aspek hukum yang mungkin terjadi, bagaimana mereka menyikapi hasil ini akan sangat menentukan untuk dijadikan indikator kualitas kepemimpinan.
Mungkin kita akan mendengar sumpah serampah dari ”mereka”. Mungkin juga aksi yang lebih keras lagi. Hati-hati dengan semua ini, karena untuk menyikapi kecurangan tentunya mekanisme hukum harus menjadi satu-satunya jalur untuk menyelesaikannya.
Ketiga, kehadiran mereka pada saat pelantikan presiden terpilih. Jabarkan sendiri apa yang bisa kita tarik hikmah dari kedatangan seorang kandidat yang kalah dalam pemilu ternyata hadir dalam pelantikan saingannya!

Bandung, 8 Juli 2009
Imam Wibawa Mukti,S.Pd

0 komentar: